Sigli | BERITAPIDIE
Sedikit
70 persen gabah kering produksi Masyarakat Petani Kabupaten Pidie dijual ke Medan (Sumut) karena harga
jual lebih tinggi dari harga daerah setempat lain. Sehingga petani untuk
mendapat harga yang lebih baik, mereka menjualnya ke Medan.
Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten Pidie, M.Nasir kepada wartawan Jum’at (22/5), Anjloknya
harga gabah di Pidie karena banyak pengusaha membelinya dnegan harga rendah.
Petani sendiri langsung mencari jaringan untuk mendapatkan harga yang baik.
Selain
itu kata Nasir, Anjloknya harga gabah juga Pidie memndapat hasil Panen yang
sangat lumayan bahkan melebi target ,” jika petani menjual ke Medan, Stock di
Pidie jadi ngak punya dan ini perlu dinatispasi dan perlu menstabilkan harga
agar kita tidak kekuranganstock padi,” ujar NAsir
Dia
mengungkapkan meski produksi padi di Pidie mencapai 6,5 ton/hektare, namun
hampir semua hasil panen di jual ke Medan.
Padahal daya beli di Aceh juga standar, yaitu Rp 3.000,/Kg.,” hanya beda Rp,
100 saja harga pasar di Medan mencapai Rp Rp
3.100/Kg, petani lebih tertarik menjual ke Medan,” tuturnya.
Padahal
kata dia, beras uang kita beli dari pasukan Mesdan itu adalah beras kita,
bahkan kita harus beli dengan harga mahal “Gabah tersebut digiling di Medan dan
berasnya kembali dijual ke Aceh, kita bel;I harga mahal lagi”ungkapnya.
Lajunt
Nasir, Kabupaten Pidie perlu adanya penampungan gabah kering sehingga mereka
tidak lagi menjual ke Medan dan harga yang
ditawarkan ketingkat petani jangan terlalu murah dan jangan sampai di bawah
standar harga Medan.
Pantuan
Harian Aceh, banyak petani yang menjaul ke daerah Medan, karena Pemerintah
belum maksimal dalam mensejahterakan petani, buktinya petani masih memilih
medan daripada menjual di daerah sendiri.
Terkait
dengan penjual gabah ke Medan
seorang petani Laweung, Harmadi Pada Harian Aceh mengungkapkan, dalam proses
penanaman padi mereka banyak utangnya, sehingga mereka harus memilih harga
lebih tinggi untuk melunas banyak utangan pupuk dan obat-obatan lainnya.
Upaya
yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai belum maksimal, sehingga petani
lebih memilih harga tinggi. “Tapi kita akan mengupayakan untuk menggiling gabah
kering di Pidie dan berasnya akan dijual ke luar daerah,”harapnya.
Kata
dia, Petani juga menginginkan gabah tidak dijual di Medan, “ kita jual harga lebih tinggi untuk
menutupi utang pupuk dan obat-obatan, kami juga kwatir dengan keadaan seperti
ini karena petani nantinya harus beras dengan harga mahal,”ungkapnya(zan)
Kebahagian Camat luka Bagi Rakyat
Hampir 5 hari camat
ke luar daerah, mulai terasa bagi rakyat, memang pulau jawa suatu tempat yang
indah apalagi Jakarta
merupakan sebuah tempat yang diidamkan oleh setiap orang orang kaya maupun
orang melarat untuk berleha-leha.
Perjalanan orang
nomor satu di 23 kecamatan ini bukanlah yang pertama kali, hampir setiap tahun
mereka ke luar daerah dan dana yang digunakan adalah dari daerah pula. apakah
mereka dapat melihat kondisi Pidie saat ini yang hampir down, bahkan sejumlah
gaji dan jerih tidak dapat dibayar oleh Pemerinhtah daerah Pidie.
Kenapa
juga Pimpinan Daerah dalam ini Bupati memberi kesempatan untukk berleha-leha ke
luar daerah, benar kata Pidie Tansparan Anggaran (PiTA), Perjalanan Camat bukan
suatu yang menguntungkan daerah malah membuat daerah akan kerepotan.
Bahkan
masyarakat Pidie sekarang tercengan dengan ulah pejabat, seharus dana yang
begitu besar sampai ratusan juta rupiah seperti kata Ismail Von Sabi dapat
dibayar upah Keuchik, Imum Mukin atau jerih TKSK yang tidak seberapa nilai.
Begitu juga dana ratusan juta rupiah dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi
masyarakat setempat yang memang saat ini sangat membutuhkan bantuan untuk
mencapai kebutuhan hidup sekeluarga.
Perjalananan
Camat sama halnya telah mengorban orang kecil seperti Keuchik, Imum Mukim dan
masyarakat lemah lainnya. “ kita harus mempunyai rasa malu dengan daerah lain,
apalagi Pidie merupakan daerah produksi gabah bahkan melebihi target, namum
betapa rendahnya kita daerah tidak mampu membayar jerih Keuchik yang 5 bulan belum dapat dibayar.
hal ini sangat mengherankan jika pimpinan kecamatan tersebut mendapat dukungan
dari Pemda setempat yang katanya untuk mengikuti Bimbingan Teknik (Bintek)
katanya. Hal itu telah membuat kesenjangan social dan moral diantara pejabat
pemerintah di tingkat mukim dan gampong.
Entah
apa dalam pikiran mereka dengan dana yang begitu besar harus dikeluarkan daerah
untuk 23 camat untuk betengger di negeri orang dengan menggunakan dana Anggaran
Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK).
Baiknya
dana tersebut dapat digunakan untuk yang lain, memang tak salahlah bila PiTA
pidie mengecam atas pengamburan dana yang yang tidak menguntungkan. Seharusnya
bupati harus dapat mengambil suatu kebijaksanaan dalam setiap masalah karena
kepergian camat keluar daerah menyedot dana yang besar.
Kita
sangat menyayangkan, memang dalam pemerintah lama sering dilakukan, setiap
setahun sekali melakukan perjalanan ke luar daerah, tapi sekarang kondisi Pidie
ini berbeda tidak seharusnya befoya-poya seperti kata Ismail Von Sabi.
Dia
sependapat dengan rakyat kecil lainnya, jika dana itu dibayar jerih keuchik,
dalam hal ini, camat telah menggores luka pada pimpinan gampong juga masyarakat
kecil yang ingin mengurus yang berurusan dengan kantor camat malahan sekcam
yang menanganinya.
Beberapa
Camat yang dihubungi mengaku, kepergian mereka bukan sekedar
menghambur-hamburkan uang daerah, namun kepergian itu khusus mengikuti
Bimbingan Tehnik tentang kepemerintahan. Kekecewaan atas kepergian camat ke
laur daerah bukan hanya dirasakan oleh pejabat ditingkat gampong, akan tetapi
hal itu juga ikut dirasakan semua rakyat Pidie.
Artinya
menggunakan uang daerah tanpa ada keuntungan yang dirasakan masyarakat tentunya
sangat mubazir, “Ini perlu disikapi, sebab Pidie ini sudah terjadi divisit dan
hal ini akan terus terjadi jika pemerintah tidak menghentikan perjalanan yang
tidak perlu,”ungkap Ismail.
Menanggapi
hal tersebut Asisten Pemerintahan Setdakab Pidie, Drs Zulfikar Yakob,MM pada
wartawan mengaku, kepergian para camat itu keluar daerah bukanlah semata-mata
untuk menghambur-hamburkan uang, akan tetapi mereka mengikuti pendidikan di
sana.
“Kalau
untuk menimba ilmu saya pikir tidak ada masalah, sebab belajar itu perlu
dilakukan setiap saat, sehingga nantinya mereka bisa mengembangkan ketika merka
berada di daerah.”ungkapanya.
Meski
ada kecaman dari berbagai kalangan di Pidie, masyarakat harus melihat pada
kegunaan mereka ke luar daerah, sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang
berlebihan. Pemkab Pidie dalam hal ini sangat mengerti bila ada pihak yang
tidak setuju camat ke luar daerah, akan tetapi itu hak mereka untuk menimba
ilmu, sehingga para camat semakin mengerti dalam melayani masyarakat.ujar
Zulfikar(zan)